Saturday 15 December 2012

The First Winning Competition : English Week UNESA 2010


“Iman, kamu ikut tim Quiz Alliance mewakili SMANIKA yah..”

            Suara mbak Evin membuatku terkejut; diriku yang kemampuan bahasa Inggris yang terbatas akhirnya bisa mewakili sekolahku di lomba cerdas cermat Bahasa Inggris. “Alhamdulillah deh, akhirnya aku bisa ikut,” batinku. Anak-anak yang berniat mengikuti lomba ini diwajibkan membuat esai If I go to Australia, karena penyeleksiannya bareng dengan seleksi peserta OZ, itu loh lomba dari Jawa Pos yang berhadiah ke Aussie (tapi nggak nyambung karena lombanya lain)

            Menyisihkan dari sebagian anak-anak anggota EC (English Club) yang diketuai Miss Evin, begitu ku memanggilnya, memang agak sulit. Anak-anak yang berminat mengikuti berbagai perlombaan untuk ekstra ini harus melalui tahapan seleksi yang ketat. “Wis aku nyerah aja, Man,” kata Randy, salah satu temanku.

Well, aku sendiri pernah mengalaminya. Ketika audisi pemilihan peserta untuk lomba debat, para peminat harus melalui tahapan-tahapan yang sulit serta mendebarkan (tentu saja bikin capek). Jadwal sekolah yang teramat padatnya sampai tak bisa dicairkan, ditambah jadwal ekstra sangat menyita waktuku. Belum lagi jarak antara rumah dan sekolah yang jauuh banget, so pastinya badan bisa jadi 5L (lemah, letih, lesu, lunglai, lemas, kayak kurang darah aja).

            Dan akhirnya detik-detik terakhir pemilihan peserta Quiz Alliance alias cercem English ini membuat ku bersorak riang dalam hati. Bersama salah satu teman sekelas dan seorang teman lainnya kami siap bertarung dalam arena nanti. Pertarungan yang akan membuat kami sport jantung karena levelnya Jatim dan Bali

            Pertarungan adu kecerdasan bukan adu tinju-tinjuan loh.

            Dengan lengkapnya regu sekolah kami di kompetisi nanti, latihan pun digeber. Ada lima macam perlombaan yang akan diadakan di Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Yang pertama debat, uji kecerdasan dalam mengeluarkan opini, tentunya dalam bahasa Inggris. Kemudian News Reading, kita berlagak menjadi warta berita yang setiap hari rutin nampang di layar kaca. Ada lagi Speech, lomba pidato seperti biasa. Terus Story Telling, bercerita mengenai dongeng atau legenda di depan audiens. Yang terakhir Quiz Alliance, lomba cerdas cermat English.

Justru di sini timku lah yang kelimpungan. Info lomba yang kurang lengkap plus kesan panitia yang menutup-nutupi format lomba membuat kami dan pembina pusing tujuh keliling. Bahkan pembina kami yang merupakan mahasiswa UNESA pun tak tahu menahu soal formatnya. Yang kami tahu hanyalah materinya, yaitu menyerupai ujian TOEFL, grammar plus pengetahuan umum.

Herannya, ketika regu lomba lain serius berlatih, kami sendiri kelimpungan mau latihan kayak gimana. Habis formatnya geje alias ga jelas sih. Tim kami, teman sekelasku anak X-8 Dito, anak X-2 Ryan, dan aku sendiri hanya garuk-garuk kepala melihat keseriusan regu lain utamanya tim debate.

            “Sst jangan diganggu mereka lagi konsentrasi..”
           
Kami hanya membahas soal-soal grammar aja, itu pun kalau dihitung materinya nggak ada selembar pun. Hah, terus kami belajar apa?

            Untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi, kami sepakat belajar buku tentang grammar dan TOEFL. Plus saling tukeran soal-soal yang dibuat sendiri (tapi nggak terealisasikan). Saat latihan, kami hanya dibimbing beberapa menit aja, kontras dengan debate yang selalu dianakemaskan (maklum pembinanya juga orang debate dan perlombaan yang sering diadain adalah debate juga).

            “Kalian latihan aja bahas grammar atau cari-cari bahan materinya. Panitianya sudah tak hubungi, info materinya ya yang aku omongin tadi,” Mas Choi memberikan tipsnya. Sebenarnya nama aslinya sih bukan Mas Choi, tapi mas Khoirul Anwar. Para senior memanggilnya mas Choi, jadilah kami harus mewarisinya.

            Biar kelihatan Chinesenya gitu…

            Akhirnya hari-hari perlombaan datang juga. Lomba yang bernama English Week ini memperlombakan lima macam lomba tadi. Yang kebagian tanding pertama adalah debate, kemudian News Reading, Speech, Story Telling, dan yang terakhir Quiz Alliance.

            Sayang sekali, delegasi kami di semua cabang perlombaan rontok. Prestasi terbagus hanyalah debate, salah satu tim kami berhasil lolos ke Quarter Final alias perempat final. Ckck, bisa dibayangin pesertanya dari seluruh Jatim dan Bali, semuanya harus berdiskusi tentang opininya masing-masing di tengah membeludaknya peserta di auditorium.

            “Untung nggak ikut debate..”

            Hari Kamis, 11 November 2010 timku berlomba. Bersama Dito dan Ryan kami siap menghadapi segala macam rintangan (termasuk wajah memerah ketika harus tersingkir duluan). Reputasi sekolah kami di level Jawa Timur sebenarnya cukup diperhitungkan, jadi ya agak malulah kalau babak pertama terlempar duluan.

            Memakai baju batik sekolah, izin ke ruang BK dan guru, kemudian langsung weerr..kami berangkat menuju arena perlombaan menggunakan motor (tapi motor suaranya nggak werr gitu). Bersama salah satu senior kami di EC, kami pun harus dibuat bingung. Alamak lewat mana nih UNESA?

            Di UNESA kami pun masih harus menghadapi kebungungan yang membuat jantung terus bergetar karena nervous atau bahasa gaulnya sekarang cenat-cenut. Kami sampai-sampai tersesat di fakultas Bahasa Jepang saking awamnya pengetahuan mengenai UNESA. Untunglah ada mas-mas yang baik hati yang lagi duduk-duduk di pendapa yang mau kasih tahu soal letak lombanya.

            Ya udah sekarang kita langsung ke intinya aja yaa.. Di ruang auditorium perlombaannya dimulai pukul 8 pagi, tapi jarum jam sudah lebih 15 menit. Kemoloran kami ternyata tak mempengaruhi jalannya lomba loh.

            Ya iyalah kita kan cuma peserta.. Kemoloran pun sudah jadi budaya di negara kita…”

            Di technical meeting sebelumnya ada tahapan pengundian. Tim sekolah kami akan berlaga menghadapi dua SMA negeri lainnya, ada yang dari Gresik juga Jember, jadinya lombanya tiga-tiga gitu. Tiap regu ada tiga orang, jadi yang maju di depan ada sembilan anak. Di situ sudah disediain bel, pertanyaannya diberikan panitia secara dialog dan powerpoint. Siapa yang bisa duluan silahkan ditekan belnya.

            “Teet…”

            Kami berempat mengambil duduk yang berjejer di auditorium. Ternyata di sana sudah banyak yang ngumpul juga. Dari ekspresi wajah mereka terlihat cukup kegerahan, bukan karena teriknya matahari, wong ruangannya di ruang ber-AC gitu.
Mereka kegerahan karena panitianya harus molor sampai satu jam, karena yang bertugas membuka acara belum datang.

            Aku sendiri masih harus menahan dinginnya AC, terus menggigil. Ditambah jantung yang bergetar begitu kencangnya, maklum baru pertama kali ikut lomba kayak gini. Mata merem, mulut komat-kamit membaca do’a, dan tangan bersedekap memeluk tas menjadi ekspresiku di pagi itu yang mendung.

            Giliran kami bertanding lamaaa banget. Sekitar jam 11 kurang berapa gitu, barulah waktunya kami tampil. Keringat dingin mengucur deras dari tubuhku ketika dipanggil nama sekolah kami, dan aku harus menahan pandangan para peserta yang masih tersisa dan lolos ke babak selanjutnya.

            “Satu, dua , tiga, hup..”

            Andaikan di situ aku bisa berlari kencang dan berteriak sepuasnya, niscaya jantung dan pikiran ini gak bakalan cenat-cenut lagi. Tapi lagipula siapa yang mau langsung ditandu ke RSJ saat itu juga?

            Keteledoranku tak membawa kacamata ternyata berimbas besar. Aku nggak bisa ngeliat soal-soal yang ada di powerpoint. Untunglah Dito yang jago ngartiin soalnya mau share sedikit ke aku dan Ryan. Untungnya kompetitor kami juga sempat melongo ketika soal diberikan.

            Tanpa kesulitan berarti, akhirnya tim kami berhasil maju ke babak berikutnya dengan skor telak. Kekuatan kami terletak pada soal pengetahuan umum, kalau benar diganjar skor 50. Lumayanlah buat pengganjal nilai, hehe J

            Berhasil lolos ke perempat final, ekspresiku juga tetep sama. Mata merem melek, mulut melantunkan do’a-do’a menjadi ciri khasku. “Gimana ini kalau kita nggak lolos,” tanyaku berulang-ulang kepada tim dan pembinaku. Sampe-sampe mereka bosen dan cekikikan ngeliat ekspresi wajahku yang harap-harap cemas.

            Perempat final, formatnya dua-dua, dan lawan kami berasal dari Sampang. Dari babak sebelumnya kami berpendapat mereka jago dalam grammar. Mereka berhasil menyisihkan peserta lain dengan jawaban yang cepat nan tepat. Alhasil keputus asaan ini terus membumbung, takut kalau harus tersingkir duluan.

            Perlahan tapi pasti, pengetahuan umum kembali menyelamatkan kami juga. Mereka memang jago dalam grammar yang rata-rata poinnya 30, tapi kami berhasil juga kawan, menjawab soal-soal general knowledge. Di akhir laga kami bersalaman, ku mengira merekalah yang menang. “Kita yang menang,” kata Dito. Hah, kok bisa? Ternyata aku baru sadar perolehan kami tipiiss banget… Skor 200-195 untuk kita!

            Semifinal melawan anak Madura lainnya, SMA dari Pamekasan pun kami lalui dengan mudah. Semangat itu akhirnya membara dalam diriku, berhasil melaju ke final berarti sudah menggenggam satu tempat untuk mendapat trofi yang dari tadi mejeng di depan. “Semangat semangat!”

            Di final, kami berhadapan dengan anak Mojokerto dan Pamekasan (lagi-lagi yah). Beradu cepat dengan mereka ternyata sulit sekali kawan. Saat panitia belum selesai membacakan soalnya, mereka sudah memencet belnya duluan. Hiks…

            Walau tak menarget juara satu, tapi aku optimistis meraihnya. Tak ada hal yang tak mungkin kan di perlombaan ini. Tapi ya sudahlah, kami harus puas dengan rangking dua, mengingat performa anak Mojokerto dalam menjawab soal-soalnya, baik grammar maupun pengetahuan umum.

            “Yeah, yeah, yeah!” sorakku. Kulihat saat prosesi penyerahan trofi sang jawara ada yang melakukan sujud syukur atas kemenangan mereka. Yah, akhirnya perjalanan melelahkan timku berbuah manis. Meski di cabang lain kami gagal, setidaknya secara keseluruhan kami masih lebih baik dari kompetitor utama sekolahku, SMA dari pusat kota Sidoarjo.

            Perjalanan kami usai sudah. Dewi Fortuna ternyata menaungi timku, kendati persiapan kami minimalis banget. Di akhir perjalanan kami berempat, timku dan senior yang mendampingi masih aja ketawa cekikikan heran dengan tingkah lakuku yang dari tadi super duper aneh.

            “Kamu yang artiin soalnya yah..” kata Ryan kepada Dito.

            “Oh ya, kamu yang jawab pertanyaan grammarnya,” balas Dito.

            “Hahaha, mereka pasti lagi-lagi menggodaku,” gumamku. Pemandangan sunset di ufuk timur di sepanjang perjalanan pulang turut menambah keceriaanku, belum pernah aku menyaksikan pemandangan matahari terbenam seperti layaknya di pantai Kuta ini.

            “Ah seandainya hadiahnya jalan-jalan ke Bali gimana yah..” :)


      2nd Winner Quiz Alliance SMANIKA
     Dari kiri : (Ryan, Deeto, mbak Nita, Iman)

No comments:

Post a Comment